Paman pulang part 2
PART 2
KEMARIN PAMAN PULANG
Bertemu dengan ular dan mimpi buruk itu ternyata membuat Mardani ketakutan. Hal itu membuat trauma dan menolak untuk melewati hutan. Ia memilih melewati jalur jalan kampung yang sebenarnya lebih jauh dan memutar.
Anak anaknya sudah menawarkan untuk Mardani naik motor saja, namun Mardani selalu menolak dan bilang tidak ingin merepotkan, terlebih Mardani tidak bisa mengendarai motor sendiri. Kini, demi mempermudah pekerjaan bapaknya, Salman dan Ade bahu membahu membukakan jalan setapak ditengah hutan agar sang kepala keluarga bisa melaluinya tanpa was was lagi.
“Udah panas nih, pulang dulu bang. Nanti sore sambung" ujar Ade sambil menghalangi cahaya matahari di matanya dengan tangan.
Salman memandang ke atas, matahari sudah berada tepat di atas kepala mereka tanpa ada satupun awan penghalang, dari kejauhan juga terdengar suara adzan dzuhur berkumandang.
“Iya.. cerah banget, nanti sore bantu ya. 3 hari lagi harusnya selesai ini" ujar Salman mengiyakan ajakan adiknya.
“Iya bang, nanti saya dibantuin" janji Ade.
Keduanya beranjak dari lokasi itu dan kembali ke rumah.
“Assalamualaikum” salam Salman ketika masuk rumah.
“Waalaikumsalam” Hamidah saat itu sedang memasak di dapur dan menjawab salam itu.
“Uwaik, a masak ko mak? Harum bana baunnyo sampai ka muko ha” (Masak apa bu? Wangi banget ini sampai ke depan) canda Salman.
“Itu bapakmu minta gulai nangka jadi ibu buatkan. Kebetulan itu si Dewi, nangka belakang rumahnya udah bisa dimasak buat sayur" jawab Hamidah.
“Wah mantap!” ujar Ade sambil masuk ke dapur dan melihat kuali besar berisi gulai kental yang sedang diaduk secara telaten oleh ibunya. Gulai nangka itupun dipindahkan ke sebuah mangkuk besar. Tanpa diperintah, Ade kemudian membawanya ke meja makan, menyediakan beberapa piring bersih dan nasi hangat.
Setelah itu, Mardani keluar dari kamar dengan sarung dan kaos putih polos. Ia duduk di hadapan meja makan itu dan berkata kepada Salman yang sudah terlebih dahulu duduk dan menyeruput kopi.
"Man, panggil si Dewi sama Lutfi. Makan bareng bareng kita disini” perintah Mardani ke Salman.
Salman lalu kembali dengan Lutfi. keduanya menyusul Dewi yang berjalan pelan sambil memegangi perutnya yang kian membesar.
“Nah, makan makan, nambah kalo kurang. nenek masak banyak” ujar Hamidah sambil menyendok nasi dan membagikannya ke piring piring kosong lalu diberikan ke anaknya satu persatu termasuk cucunya, Lutfi.
Keluarga itupun hanyut dalam bahasan bahasan seputar kegiatan mereka hari ini. Momen makan siang bersama memang selalu jadi hal yang dinantikan dan begitu hangat di keluarga Mardani dan Hamidah. Di meja makan itulah mereka saling bercerita, tertawa, curhat bahkan menyelesaikan masalah.
Sebuah keluarga harmonis yang saling menyayangi satu dengan yang lain..
Ade dan Salman tidak jadi melanjutkan pekerjaan mereka sore itu saat tiba tiba saja langit cerah yang mereka keluhkan tadi siang berubah menjadi langit gelap dengan gemuruh yang menyambar nyambar. Pantang bagi orang kampung untuk berada di area hutan dan sawah saat cuaca buruk, sehingga mereka mengurungkan niat bekerja dan berencana melanjutkannya esok hari.
***
Keesokan harinya, sesuai rencana Salman dan Ade, keduanya melanjutkan pekerjaan membuka jalur di hutan yang akan menembus ke sawah. Pekerjaan dimulai sejak pagi, dan berhenti saat menjelang siang karena panas.
Menjelang sore, keduanya kembali membuka jalan itu bersama sama. Namun sama seperti kemarin, tiba tiba cuaca yang semula terik, mulai menjadi gelap dan mendung. Sesekali rintik hujan jatuh meskipun belum menjadi hujan besar. Angin kencang mulai bertiup menggoyang dahan dan ranting pohon disekitar.
“Bang, mau hujan lebat ini, besok aja lanjutin gimana?" ajak Ade.
“Kalo kamu mau duluan, duluan aja. Abang tanggung ini dua pohon lagi, abis itu abang nyusul pulang, mumpung hujan belum deras" ujar Salman sambil kembali menghantamkan kapaknya ke potongan kayu yang melintang di tengah jalan.
“Yaudah, saya duluan ya bang" ucap Ade sambil berlari kecil ke rumah.
Tidak berapa lama, setibanya Ade di rumah, sebuah petir besar menyambar. Seketika kilatan putihnya memenuhi langit dan suara menggelegar mengejutkan semua orang. Lalu hujan lebat pun turun begitu deras..
Lalu hujan lebat pun turun begitu deras hingga membuat atap seng rumah Hamidah menjadi gaduh bagai ditimpuki kerikil kerikil kecil dari udara.
“Salman mana? Ga pulang sama kamu?"tanya Hamidah melihat hanya ada Ade di ruang tengah.
“Tadi abang bilang mau lanjutin dulu sedikit lagi bu. Katanya kalau udah dia langsung pulang" jawab Ade.
Hamidah memandang jauh di ambang pintu. Hujan begitu lebat diluar dengan angin kencang dan sesekali suara gemuruh petir yang menyambar nyambar. Ia khawatir salah satunya akan menumbangkan pohon di hutan dan berbahaya bagi keselamatan Salman.
Namun tiba tiba saja pintu dapur di belakang diketuk.
“tok tok tok”
Hamidah dan Ade awalnya tidak menyadari suara ketukan ditengah gemuruh petir itu, sampai akhirnya ketukan itu terdengar begitu keras dan tidak berhenti henti.
Ade yang pertama kali menyadari ketukan itu bergegas ke belakang dan membukakan pintu. Benar saja, diluar sudah berdiri Salman yang basah kuyup akibat kehujanan. Tatapannya begitu dingin dengan kapak yang diselipkan ke dalam celananya.
"Eh?? Abang??? Udah daritadi nunggu diluar? Kenapa ga jalan ke depan aja??" tanya Ade yang bingung kenapa abangnya hanya berdiri dibalik pintu belakang sedari tadi dan tidak berjalan ke depan untuk masuk lewat pintu depan.
Namun Salman tidak menjawab pertanyaan adiknya itu sama sekali. Ia masuk rumah dan menaruh kapak yang ia bawa. Lalu membuka bajunya sambil berpesan ke Hamidah..
“Mak, buekan aia angek, Salman ka mandi” (Ibu, buatin air hangat. Saya mau mandi) ujar Salman datar sebelum masuk ke kamar.
Mengira anaknya kedinginan, Hamidah segera memanaskan air menggunakan tungku, sekira cukup untuk campuran air bak mandi nantinya.
Salman keluar dengan hanya mengenakan handuk yang dililit di perutnya. Tatapannya terlihat kosong dengan bibir pucat dan kantung mata yang menghitam. Ia hanya diam sambil berjalan gontai ke arah kamar mandi.
“Sakik ang man?..” (Kamu sakit Man?..” tanya Hamidah.
Salman tidak menggubris pertanyaan itu dan segera mengambil tungku berisi air panas yang masih mendidih dengan tangan kosong. Ia lalu membawanya ke dalam kamar mandi.
Salman lalu membawa kuali berisi air mendidih itu ke dalam kamar mandi. Hamidah memperhatikan dari kejauhan karena Salman tidak menutup tirai kamar mandi dan... firasatnya menjadi kenyataan...
Salman tidak menuangkan air panas itu ke ember berisi air dingin. Ia langsung menggayung air dalam kuali itu dan menyiramkannya ke tubuhnya sendiri!!
“HEI SALMAN!!” pekik Hamidah yg segera berlari ke arah kamar mandi.
Teriakan Hamidah membuat Ade yg sedang berbaring di ruang tengah tersentak.
“Mak?? Apo tu Mak??” (Ibu?? Ada apa bu??) tanya Ade panik.
“Ade! Jauahan ko dari abang ang!” (Ade! Jauhin ini dari abangmu!) perintah Hamidah dari arah wc.
Ade segera berlari ke dapur dan mendapati ibunya sedang memeluk Salman dengan tubuh Salman yang berasap dan memerah.
“Capek jauahan ko De!! Ya Allah Salman!” (Cepat jauhin ini De! Ya Allah Salman!) suara Hamidah terdengar gemetar sambil ujung bibirnya menunjuk kuali berisi air yang masih mengeluarkan uap panas.
Ade bergegas mengambil lap meja dan memindahkan kuali yang gagangnya saja masih terasa sangat panas itu.
“Bang?? Manga bang???” (Bang??? Abang ngapain???) tanya Ade setelah mengembalikan kuali itu ke atas tungku.
“DINGIN!” bentak Salman tanpa menoleh ke arah Ade.
“Yo dingin bana ndak sampai pakai aia mamulagak bang!” (Ya dingin gausah pakai air mendidih juga bang!) jawab Ade.
“ADEN KADINGINAN! MANGA WAANG LO YANG MAATUR???” (SAYA KEDINGINAN! KENAPA KAMU YANG NGATUR???) bentak Salman lagi, kali ini ia menatap tajam kearah Ade. Tatapan itu terasa begitu berbeda. Bukan seperti tatapan Salman yang Ade kenal.. bahkan bahasa yang digunakan Salman adalah bahasa kasar yang sebelumnya tidak pernah Ade dengar dari abangnya itu.
“Abang baa bang??Hei!“(Abang kenapa bang?? Hei!) kali ini Ade berbalik membentak Salman. Ia menyadari sesuatu telah terjadi kepada abangnya ini.
“Arrrgh BANYAK TANYO!” hardik Salman sambil membuang gayung yg sedari tadi ia pegang ke pintu kamar mandi. Ia lalu memberontak dan mendorong kecil Hamidah agar melepaskan pelukan darinya.
Hamidah segera melepaskan pelukannya dan membiarkan Salman pergi, Salman lalu kembali masuk ke kamarnya dan membanting pintu dengan keras.
Next Part 3 besok ya
Komentar
Posting Komentar