Paman pulang part 3

 KEMARIN PAMAN PULANG

PART 3

.



Ade dan Hamidah saling bertatap. Hal ini baru pertama kali terjadi dalam keluarga mereka. Namun mereka berpikir mungkin Salman sedang banyak pikiran atau sedang ada masalah sehingga menjadi begitu emosional seperti itu.


“Baru tadi abang ngebentak saya kayak gitu bu..”kenang Ade.


“Mungkin abang ang sadang paniang De.. padiaanlah dulu inyo, semoga bisuak lah elok nyo liak..” (mungkin abangmu lagi pusing De.. biarin aja dulu dia. Semoga besok baikan) ujar Hamidah mencoba menenangkan kegelisahan Ade.


Selepas kejadian itu, baik Hamidah maupun Ade memilih untuk tidak menceritakannya ke Mardani maupun Dewi. Alasannya sama, mungkin pikiran Salman saat itu sedang kacau dan kusut. Ketika nanti urusannya sudah selesai, ia pasti akan kembali normal.


Keesokan nya, ketika Ade keluar dari kamar, ia mendapati Salman sedang duduk dengan secangkir kopi panas di ruang tengah.


Ade mendekati Salman dengan sedikit keraguan. Ia khawatir abangnya masih dalam kondisi seperti kemarin. Ia berjalan lambat sambil sesekali melirik ke arah Salman yang tengah menghisap rokok. Sampai tiba tiba Salman melirik balik ke arah Ade dan berkata..


“Baa De? Ngopi dulu ko a” (kenapa De? Ngopi dulu nih) tawar Salman ramah.


Melihat sikap itu, Ade yang awalnya ragu seketika merasa lega. Sepertinya kemarin Salman memang hanya sedang banyak masalah saja sehingga bersikap demikian.

 

“Ah iyo bang. Ko wak ka mambuek lo ka lakang” (Ah iya bang. Ini mau bikin juga ke belakang) jawab Ade seakan terlepas dari segala kekhawatirannya.


Ade kembali ke ruang tengah dengan secangkir kopi hitam yang ia bawa dengan piring kecil. Ia meletakkan tepat di depan cangkir kopi Salman dan mulai membakar rokoknya.


“Si Lutfi sekolah hari ko?’ tanya Salman membuka obrolan.


“Iyo, santa lai kamari nyo tu minta baantaan” (Iya, nanti juga kesini buat minta dianterin) jawab Ade.


“nanti pulang dari nganter dia bantuin abang lagi di belakang ya" pesan Salman.


“Aman bang. Nanti kita lanjutin lagi” jawab Ade.


Setelah beberapa kali hisapan rokok, pintu depan diketuk dengan pelan lalu terdengar panggilan dari luar.


“Om Adeeee, anterin Lutfi sekolaaaah” panggil Lutfi dari luar.


“Sini dulu, kopi om belum habis” ujar Ade setengah berteriak agar terdengar hingga keluar rumah.

Lutfi muncul dengan sudah menyandang tas dan memakai kaus kaki.


“Ayo om nanti Lutfi telat” ujarnya.


Melihat kemunculan Lutfi, Salman tersenyum dan merogoh kantongnya. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang yang dililit dengan karet. Ia menarik selembar uang Rp.5.000 dan menyodorkannya ke Lutfi.


“nih dari om buat jajan” ujarnya lembut.


“Makasih oom.. hehe..” jawab Lutfi sambil tersipu. Ia memang segan dan sangat sedikit berinteraksi dengan Salman, tidak seperti dengan Ade yang sudah begitu dekat dan sering bercanda dengannya.


“wah makin semangat sekolahnya ini, bisa jajan banyak” ledek Ade lagi yang dibalas dengan pukulan pelan dari Lutfi.


Ade dan Lutfi kemudian pergi ke sekolah seperti biasa. Di tengah jalan, keduanya kembali bercanda dan bercerita. Ade menanyakan apa cita cita dari Lutfi, dan Lutfi dengan cepat menjawab “polisi”.


Di rumah, Salman duduk dan meneruskan sarapan paginya. Hamidah yang saat itu ada di dapur sesekali melirik ke arah anak pertamanya itu. Tidak ada yang salah dari Salman. Sama seperti Ade, Hamidah mengira kemarin Salman hanya sedang banyak pikiran saja.

Merasa semua sudah normal, Hamidah melanjutkan pekerjaannya di dapur, namun tidak lama kemudian..


PRANGG!!!


Suara benda pecah terdengar dari ruang tengah disusul dengan suara hantaman sesuatu ke dinding yang cukup kuat.


Hamidah segera menghentikan pekerjaannya dan melihat ke arah ruang tengah. Saat itu Hamidah melihat Salman sedang meninju ninju dinding dengan tangan kosong. Sementara di lantai ada pecahan cangkir kopi dan ampas kopi yang mengotori dinding.


“SALMAN MANGA ANG NAK???” (SALMAN! KAMU NGAPAIN NAK???) pekik Hamidah sambil menghampiri anaknya itu.


“AARRGH MAMAKAK JO KAU! PAI LAH!!” (ARRGH BERISIK KAMU! PERGI SANA!!) ujar Salman dengan tatapan yang lagi lagi berbeda. Ada kantung mata hitam yang terlihat jelas dibawah matanya. 

Ia terus meninju dinding itu hingga terdengar suara getaran yang cukup kuat.

“ALAH TU!! ALAH!!” (UDAH! UDAH!!) cegah Hamidah menghentikan tangan Salman.

Hamidah merasakan tangan Salman saat itu sangat keras dan panas. 


“ARGH RANG GAEK MANGGADUAH SAJO KARAJONYO!” (ARGH! ORANG TUA GANGGU AJA KERJAANNYA!) hardik Salman sambil menepis tangan Hamidah. Namun karena itu pukulannya berhenti.


Salman lalu berjalan dengan tergesa ke belakang dapur, mengambil kapak dan air minum lalu pergi ke belakang rumah. Menuju ke hutan yang ia buka sejak beberapa hari lalu. Salman pergi tanpa pamit kepada ibunya. Lagi lagi ini bukan seperti kebiasaannya.


Hamidah hanya bisa termenung tanpa bisa mencegah anaknya itu sama sekali.


Tidak berapa lama, suara deru motor terdengar di halaman. Ade baru saja kembali dari mengatar Lutfi.


“Assalamualaikum..” Ade mengucap salam sambil melangkah masuk ke rumah. Namun Ade terkejut saat melihat ruang tengah berantakan dan Hamidah sedang memunguti serpihan serpihan kecil kaca yang bertebaran di lantai.


“Baa mak? Amak jatuah?? Awas tapijak kaco” (Kenapa bu? Ibu jatuh?? Awas bu keinjak beling) ujar Ade sambil bergegas membantu sang ibu.


Hamidah memandangi wajah Ade dengan serius.

“Iko indak amak Ini bukan ibu yang jatuhin De.. abang ang aneh lo baliak parangainyo..” (Abangmu kelakuannya aneh lagi.. ) ungkap Hamidah.


Ade terdiam.

“Tapi tadi sabalun awak pai, abang biaso se bantuaknyo mak..” (Tapi tadi sebelum saya tinggal abang biasa aja bu..) jawab Ade.


“Iya, tadi memang begitu, tapi ga lama dia ngamuk. Mukul mukul dinding.. itu.." Hamidah menunjuk dinding di belakang Ade.


Ade menoleh dan seakan tidak percaya. Sebuah retakan cukup besar ada di dinding itu, bahkan beberapa kepingan lapisan semen terlihat pecah dan jatuh.


“Jo a bang mahantamannyo ko mak??” (Ini abang pukul pakai apa bu?) tanya Ade.


“Jo tangannyo sajo De.. nyo tinju tinju dindiang tu..” (Pakai tangan kosong De.. dia ninju ninju dinding itu..) ujar Hamidah yang kembali membuat Ade khawatir.


“Sekarang abang kemana bu?"


"Ke belakang. Dia bawa kapak sama air minum, terus pergi aja. Kayaknya dia lanjutin kerjaan kemarin" jawab Hamidah.


"Ade coba susulin ya.." ujar Ade.


“Hati hati.. ibu khawatir kamu diapa apain sama abangmu itu.."


“Iyo mak.. “ ucap Ade sambil mengambil sebuah sabit dan mengikatkannya di pinggang menggunakan sarung.


Ia pergi ke belakang dan benar saja, Salman ada disana. Ia tengah menebangi pohon pohon di jalur itu dengan rokok di mulutnya. Saat Ade datang, Salman sedang memunggunginya.


Awalnya Ade khawatir abangnya sedang dalam kondisi tidak baik. Ia menyiapkan tangan dengan posisi menggenggam sabit dibalik punggungnya . Sementara Salman terus menghantamkan kapaknya ke pohon pohon di hadapannya.


“Bang..” sapa Ade.


Salman seketika menghentikan pekerjannya. Ditangannya masih tergenggam kapak yang ia cengkram dengan kuat. Terlihat dari urat urat tangannya yang terlihat begitu kekar.

Ade menghentikan langkahnya sambil mengambil posisi bersiap jika kemungkinan terburuk terjadi. Tangannya siap mencabut sabit itu kapanpun.



“Eh? Udah balik dari ngantar Lutfi De?" Salman menoleh ke belakang.


Ade segera mengamati wajah Salman. Tidak ada tanda tanda ia mengamuk, marah atau sebagainya. Matanya terlihat normal tanpa garis hitam dibawah matanya.


“Iyo bang, lah lamo karajo bang?” (iya bang. Udah lama bang?” tanya Ade memastikan.


“Ah baru, tuh kamu buka yang disana. Semak semaknya tinggi. Abang mau bersihin yang sebelah sini" ujar Salman sambil menunjuk sisi kiri hutan lalu melanjutkan pekerjaannya.


Ade bingung. Bukankah baru saja ibunya bilang bahwa Salman berkelakuan aneh? Dan kenapa sekarang malah ia terlihat seperti biasa saja? 


Hampir saja ia akan bertanya tentang apa yang terjadi sebelumnya di rumah, namun Ade mengurungkan niatnya. Khawatir hanya akan memperburuk keadaan.

Ia rasa ia harus menceritakan semuanya ke Mardani dan Dewi. Ia takut kondisi ini akan berlarut larut. Namun saat ini ia harus menyelesaikan pekerjaan yang diminta Salman terlebih dahulu..


***


Pekerjaan hari itu berlangsung lancar. Mulai hari itu Ade juga mendapatkan tugas tambahan. Ia diminta menebang lebih banyak lagi pohon sebagai persedian kayu bakar untuk memasak di rumah.


Keduanya pulang dengan keadaan biasa saja. Hamidah sempat memandangi Salman ketika ia menaruh kapaknya di dapur. 


Merasa diawasi oleh sang ibu, Salman lalu bertanya dengan sopan.


"Kenapa bu?" tanyanya.


“Salman, kamu kenapa tadi pagi?" tanya Hamidah secara langsung.


“kenapa? gimana maksudnya bu?" tanya Salman balik.


“kamu ga inget apa apa?.." pancing Hamidah.


“Ya.. Salman ngopi, terus berangkat kerja ke belakang bu, udah itu aja, gak ngapa ngapain lagi" jawab Salman.


Hamidah tersentak, namun enggan bertanya lebih lanjut. Ia memilih menanyakan hal lain.


“Lah lah, lah makan ang? Nasi baru masak, makan jo samba patang yo, lai jo lai, alun abih” (ah yasudah. Udah makan? Itu nasi baru matang, lauk masih pakai yang kemarin ya, belum habis” ujar Hamidah menutup pembicaraan keduanya.


Hamidah lalu bergegas mencari Ade di kamarnya. Didapatinya Ade sedang berganti baju di kamar. Hamidah masuk dan Ade seakan sudah tau tujuan dan apa yang akan ibunya itu tanyakan..


"Disana abang normal normal aja bu.." ujar Ade menjelaskan tanpa ditanya Hamidah.


“Dia bilang ke kamu ada kejadian apa di rumah?" tanya Hamidah.


“Sama sekali enggak. Abang santai aja tadi dan kayak biasa. Tapi nanti coba saya tanya kalau.." baru saja Ade akan mengakhiri kalimatnya, wajah Salman menyembul dari balik gorden kamar. Ia tersenyum lebar dengan tatapan kosong yang sama sekali tidak bisa Ade dan Hamidah jelaskan.


Lalu tanpa berkata apapun, Salman berlalu begitu saja dan pergi keluar rumah. Hamidah dan Ade bisa mendengar suara langkah menjauh dan pintu yang ditutup.


"Abang kenapa ya bu.." ujar Ade yg jantungnya berdegup kencang karena kemunculan tiba tiba Salman sebelumnya.


"Ibu juga gatau De.." ujar Hamidah pasrah.


Keduanya lalu keluar dari kamar Ade. Namun seketika keduanya tersentak saat melihat Salman keluar dari kamar mandi dengan mengenakan celana pendek dan menggosok gosokan handuk di rambutnya yg masih basah.


Ade dan Hamidah hanya berdiri mematung dalam kebingungan.

“Mandi lah De, lah kumuah badang angku karajo hari ko” (Mandi sana De. udah kerja kotor seharian) ujar Salman sambil berlalu masuk ke kamarnya.


"Bu?..."tanya Ade sambil memandangi Hamidah.


Hamidah kembali menggeleng pelan.

"Kayaknya kepala yang ngeliat kita di kamarmu tadi bukan abangmu De.." ujar Hamidah.


Bersambung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paman pulang part 2

resep ayam saus pedas manis

resep cumi cabe hijau